Kuansing – Proyek penahan longsor (talut) senilai Rp13 miliar di Desa Kasang, Kecamatan Kuantan Mudik, Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing), Riau, kini disorot tajam. Tak hanya karena mutu pengerjaannya yang jauh dari standar nasional, tetapi karena sikap bungkam dan terkesan “cuci tangan” dari PPK PJN Wilayah II Riau, Hervin Haikal, ST., M.Sc., yang dinilai mengabaikan kewajibannya sebagai pengawas negara.
Proyek yang digarap PT Donny Putra Mandiri tersebut merupakan bagian dari paket pekerjaan jalan nasional di bawah naungan Kementerian PUPR. Namun, fakta di lapangan justru memperlihatkan potret menyedihkan: spesifikasi menyimpang, keselamatan pekerja diabaikan, dan metode kerja membahayakan.
Ketua LSM Gakorpan (Gerakan Anti Korupsi Penyelamat Aset Negara) menyebut proyek ini tidak memenuhi standar teknis yang seharusnya menjadi harga mati untuk infrastruktur nasional.
“Ini proyek negara, bukan proyek abal-abal. Tapi mutu dan pengawasannya seperti proyek siluman. Besi polos dipakai menggantikan besi ulir, itu pelanggaran berat. PPK-nya ke mana?” tegasnya.
Lebih fatal lagi, kontraktor diduga melakukan pengerukan tanah dari tebing sisi depan proyek untuk menimbun bagian belakang. Praktik ini bukan hanya melanggar kaidah teknis, tapi juga memperbesar potensi bencana baru.
“Mereka gali depan, timbun belakang. Kalau longsor terjadi, bukan cuma proyek hancur, jalan nasional bisa amblas. Dan warga yang jadi korban, bukan kontraktor, bukan PPK-nya,” ujar salah satu warga resah.
Yang membuat publik semakin geram adalah sikap diam seribu bahasa dari PPK PJN Wilayah II Riau, Hervin Haikal. Dihubungi melalui pesan WhatsApp, tidak ada tanggapan sama sekali. Padahal, posisi PPK adalah kunci pengawasan kualitas proyek dan pelaksanaan anggaran negara.
“Kalau PPK-nya bungkam dan tidak ambil tindakan, maka publik patut curiga: Apakah ini kelalaian atau keterlibatan? Jangan sampai PPK jadi bodyguard kontraktor nakal!” tegas Ketua Gakorpan.
Gakorpan menilai, sikap pasif PPK justru memperkuat dugaan adanya kongkalikong. Pejabat yang seharusnya jadi benteng pengawasan negara, malah terkesan membiarkan penyimpangan tumbuh subur.
“Kalau dia (PPK) tahu tapi diam, itu kejahatan. Kalau dia tidak tahu, itu kelalaian fatal. Dua-duanya cukup untuk dicopot dan diperiksa!”
Gakorpan mendesak agar proyek ini segera diperiksa oleh aparat penegak hukum, termasuk Kejaksaan dan KPK, serta Inspektorat Jenderal Kementerian PUPR. Negara tak boleh kalah oleh praktik culas di lapangan.
“Ini bukan sekadar proyek gagal mutu. Ini proyek beraroma pidana. Ada uang negara, ada potensi bahaya nyawa, dan ada pembiaran dari pejabat. Harus diusut tuntas!”(Tim)