Tembilahan – Polemik keberadaan angkringan di bahu jalan utama Kota Tembilahan kembali mengemuka.
Setelah sebelumnya dipertanyakan keabsahan izinnya, kini masyarakat menyoroti dugaan adanya konflik kepentingan dalam pengelolaan lapak-lapak tersebut.
Sejumlah warga yang ditemui di lokasi menyebut bahwa sebagian besar lapak angkringan yang berjejer di depan Mapolres Inhil dan sepanjang Jalan Gajah Mada hingga Jalan Hangtuah, diduga kuat dikelola atau dikuasai oleh pihak yang memiliki hubungan dengan aparat kepolisian.
“Kalau pedagang kecil susah sekali dapat tempat, tapi kalau keluarga aparat bisa lebih mudah. Itu yang bikin masyarakat bertanya-tanya, kenapa aparat diam saja padahal jelas-jelas melanggar aturan lalu lintas,” ujar salah seorang warga yang enggan disebutkan namanya, Sabtu (13/9/2025) malam.
Dugaan ini memperkuat persepsi publik bahwa lemahnya penegakan aturan terhadap aktivitas angkringan di bahu jalan bukan semata karena keterbatasan kewenangan, tetapi ada kepentingan tersembunyi di baliknya.
Padahal, regulasi nasional sudah jelas melarang penggunaan badan dan bahu jalan untuk kegiatan selain fungsi lalu lintas.
UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan serta UU Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan menyebutkan jalan hanya diperuntukkan bagi lalu lintas umum, bukan aktivitas berdagang.
Lebih jauh, UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia menegaskan bahwa:
Pasal 5 ayat (1): Polri adalah alat negara yang berperan memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.
Pasal 13 huruf a: Tugas pokok Polri adalah memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat.
Pasal 5 ayat (2): Polri harus menjunjung tinggi hak asasi manusia serta menegakkan hukum dengan profesionalitas dan proporsionalitas.
Dengan mandat hukum tersebut, keterlibatan aparat atau keluarganya dalam bisnis lapak angkringan di ruang publik yang jelas-jelas melanggar aturan dapat dinilai sebagai bentuk penyalahgunaan kewenangan dan potensi pelanggaran etika profesi.
Pengurus PPM Riau, Fadila Saputra menilai bahwa jika benar ada keterlibatan keluarga aparat dalam pengelolaan lapak, maka hal tersebut tidak hanya melanggar aturan lalu lintas, tetapi juga bertentangan dengan amanat UU Kepolisian.
“Kalau benar begitu, wajar masyarakat menilai ada standar ganda dalam penegakan hukum. Di satu sisi masyarakat kecil bisa ditilang kalau melanggar, tapi di sisi lain ada pelanggaran terang-terangan di depan Mapolres yang justru dibiarkan,” tegasnya.
Situasi ini menimbulkan tuntutan agar Pemkab Inhil dan Polres Inhil segera melakukan klarifikasi terbuka terkait siapa sebenarnya yang menguasai lapak-lapak angkringan tersebut, serta menegaskan sikap atas dugaan pelanggaran etika dan aturan yang terjadi.
Tanpa langkah transparan, keberadaan angkringan di bahu jalan bukan hanya berpotensi melanggar hukum tata ruang dan lalu lintas, tetapi juga mencederai kepercayaan publik terhadap aparat penegak hukum dan pemerintah daerah. ***
0 Komentar