Setahun Kasus “Sunlight”, Korban KDRT di Riau Beri Kue untuk Polisi: Simbol Kekecewaan atas SP3 Laporan Kekerasan

Rokan Hulu, Riau –Rasa kecewa mendalam membuat Miranda Purba, seorang ibu asal Kecamatan Ujung Batu, Kabupaten Rokan Hulu, Riau, melakukan tindakan tak biasa. Pada Rabu (29/10/2025), ia mendatangi Polres Rokan Hulu dengan membawa sebuah kue bertuliskan “1 Tahun Kasus Sunlight”, sebagai simbol peringatan dan sindiran terhadap penanganan kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang dilaporkannya namun berakhir tanpa keadilan.

Miranda menjelaskan, aksinya itu adalah bentuk protes damai atas keputusan penyidik Polres Rokan Hulu yang telah menghentikan penyelidikan laporan KDRT yang ia buat setahun lalu.

Kasus tersebut telah dihentikan berdasarkan Surat Ketetapan Nomor: S.Tap/15/VI/2025/Reskrim, meski sebelumnya penyelidikan sudah berjalan dengan dasar Surat Perintah Penyelidikan Nomor: SP.Lidik/24/I/2025/Reskrim tertanggal 17 Januari 2025.


“Saya hanya ingin keadilan. Sudah satu tahun saya menunggu, tapi laporan saya malah dihentikan,” ujar Miranda dengan mata berkaca-kaca di depan kantor polisi.


Kronologi Kasus


Kasus bermula pada 29 Oktober 2024, ketika Miranda berselisih dengan suaminya, Hoddi Frima, yang tidak pulang ke rumah selama tiga hari dan dinilai menelantarkan keluarga. Dalam kondisi emosi dan depresi, Miranda melakukan tindakan nekat dengan meneteskan sedikit cairan pencuci piring (Sunlight) ke mulut anaknya, lalu mengirimkan video itu ke suaminya dengan maksud agar sang suami pulang.

Tak lama kemudian, suaminya datang bersama enam anggota polisi dan melaporkan Miranda atas dugaan kekerasan terhadap anak. Laporan itu kemudian bergulir menjadi perkara pidana di Pengadilan Negeri Pasir Pengaraian, dengan Nomor Perkara 434/Pid.Sus/2025, berdasarkan Laporan Polisi LP/B/183/X/2024/SPKT Polres Rokan Hulu/Polda Riau.

Ironisnya, laporan balik Miranda tentang kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan oleh suaminya justru dihentikan oleh pihak kepolisian.

Menurut kuasa hukumnya, Riawindo Asay Sormin, S.H., M.H., dan tim, Miranda telah beberapa kali mengalami kekerasan fisik dan psikis dari suaminya, hingga akhirnya mengalami depresi berat dengan gejala psikotik, sebagaimana tercantum dalam Surat Rujukan Pasien Rawat Jalan Nomor: 091/RSAB-UB/YANMED/RM/SRPRJ/12/2022/Rev 00.

“Miranda bukan pelaku utama, ia adalah korban yang sudah lama menanggung penderitaan. Tapi justru ia yang kini duduk di kursi terdakwa,” ungkap Riawindo.

Sejak laporan KDRT-nya dihentikan, Miranda mengaku mengalami tekanan mental berat. Ia masih menjalani pengobatan di poli kesehatan jiwa dan kini sedang menghadapi sidang pemeriksaan terdakwa yang dijadwalkan pada 4 November 2025 mendatang di Pengadilan Negeri Pasir Pengaraian.

Dengan membawa kue peringatan “1 Tahun Kasus Sunlight” itu, Miranda berharap tindakannya bisa membuka mata aparat penegak hukum untuk meninjau ulang keadilan bagi korban kekerasan rumah tangga.

“Saya tidak ingin ada perempuan lain yang bernasib seperti saya. Saya ingin hukum berpihak pada korban,” tutur Miranda lirih.

Kasus Miranda Purba menjadi potret kompleksitas penanganan perkara KDRT di Indonesia, di mana korban kerap berujung menjadi terdakwa.

Aksi sederhana membawa kue ke kantor polisi pada Rabu pagi itu menjadi simbol kegetiran seorang ibu yang mencari keadilan, sekaligus pengingat bagi aparat dan publik bahwa perjuangan korban kekerasan belum berakhir hanya karena laporan dihentikan. (Tim) 


0 Komentar