Tragis, Satu Orang Tewas Usai Beradu Kambing di Desa Jake Kuansing
9/22/2025 04:51:00 AM
Pekanbaru, 1 Oktober 2025 — Putusan Pengadilan Negeri Pekanbaru terhadap perkara pembunuhan anak dengan terdakwa HW, seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) di Rumah Sakit Universitas Riau, menuai polemik dan keresahan publik. Dalam sidang putusan perkara No.759/Pid.Sus/2025/PNPBR pada Selasa (31/9/2025), majelis hakim hanya menjatuhkan hukuman lima tahun penjara, meski perbuatan terdakwa mengakibatkan tewasnya korban Iksan (14).
Kasus ini melibatkan terdakwa HW, seorang ASN, yang dinyatakan bersalah atas perbuatan yang menewaskan Iksan. Pihak keluarga korban didampingi tim kuasa hukum yang dipimpin Advokat Hasran Irawadi Sitompul, S.H., M.H., dan Rusdi Bromi, S.H., M.H.
Korban Iksan meninggal dunia akibat perbuatan terdakwa yang menggunakan senapan angin jenis PCP. Dalam persidangan, terungkap bahwa alat bukti berupa senapan tersebut tidak dilakukan uji laboratorium forensik. Kuasa hukum keluarga menilai hal ini merupakan cacat prosedur serius, bahkan menduga adanya praktik penyelundupan hukum yang terstruktur dan sarat kepentingan.
Putusan perkara ini dibacakan Selasa (31/9/2025) di Pengadilan Negeri Pekanbaru. Namun sidang sempat tertunda hingga pukul 16.00 WIB, setelah sebelumnya dijadwalkan pukul 13.00 WIB. Kuasa hukum juga menyoroti perpindahan ruang sidang sebanyak tiga kali dan ketidakhadiran Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam agenda tersebut.
Kuasa hukum keluarga korban menilai putusan lima tahun penjara jauh dari rasa keadilan. Berdasarkan Undang-Undang Perlindungan Anak No.17 Tahun 2016 pasal 80 ayat 3, terdakwa seharusnya terancam pidana maksimal 15 tahun dan minimal 5 tahun. Selain itu, pasal 359 KUHP mengenai kelalaian yang menyebabkan kematian juga mengatur hukuman penjara hingga 5 tahun.
Hasran menilai seharusnya majelis hakim mengakumulasi ancaman pidana tersebut dengan mempertimbangkan fakta persidangan. Ia menuding tuntutan jaksa yang hanya empat tahun dan putusan hakim lima tahun lebih mengedepankan subjektivitas terhadap terdakwa ketimbang rasa keadilan bagi korban.
Hasran menyatakan kecewa mendalam atas putusan hakim. Ia menegaskan, “Putusan ini bukan hanya mencederai keluarga korban, tetapi juga menimbulkan ketidakpercayaan publik terhadap peradilan. Seolah-olah hukum tidak lagi berpihak pada keadilan, khususnya perlindungan anak.”
Pihaknya mendesak Jaksa Penuntut Umum mengajukan banding. Selain itu, tim kuasa hukum berencana melaporkan dugaan pelanggaran dalam proses hukum ini ke Jaksa Agung, Komisi Yudisial, Komnas HAM, dan lembaga terkait lainnya.
Vonis ringan terhadap pelaku pembunuhan anak dikhawatirkan menjadi preseden buruk dalam penegakan hukum. Publik menilai putusan ini bisa melemahkan semangat perlindungan anak serta menimbulkan krisis kepercayaan terhadap institusi peradilan di Indonesia, khususnya Pengadilan Negeri Pekanbaru.(Firdaus)
0 Komentar